Compliance Itu Apa? Dan Kenapa Kode Kamu Bisa Bikin Kantor Kena Denda?
2025-05-11
uu-pdp-for-developerJadi ceritanya, si BE-Dev disuruh bikin API login. Karena ngejar deadline, dia log semua request ke file. Katanya: “Biar gampang debug, bro.”
Tiga minggu kemudian… file log itu nongol di ruang audit. Isinya lengkap: email, IP address, bahkan NIK user. Dan pas ditanya?
“Itu cuma buat testing kok…”
Baris log yang kamu tulis itu bisa jadi barang bukti pelanggaran UU PDP. Dan si BE-Dev? Ya dia yang dipanggil duluan pas audit.
Compliance = Pemenuhan atau Kepatuhan terhadap aturan, regulasi, dan standar yang berlaku.
Dalam konteks teknologi dan software development, compliance itu artinya:
Di Indonesia, aturan yang paling relevan adalah UU PDP (Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi).
Dan ini bukan urusan tim legal doang. Karena faktanya:
Compliance bukan fitur tambahan. Compliance itu bagian dari desain sistem. Kalau dilanggar? Yang dipanggil bukan cuma manajemen — tapi juga si pembuat sistemnya.
Baris kode kamu bisa bikin perusahaan:
Dan semua itu bisa berawal dari satu log file, satu checkbox consent yang cuma formalitas, atau satu bucket yang nggak dikunci.
Karena... pelanggaran UU PDP itu sering terjadi bukan karena niat jahat, tapi karena keputusan teknis yang salah.
Dan siapa yang ngambil keputusan teknis setiap hari? Ya kamu. Si developer.
Contohnya:
Semua itu keliatannya sepele pas ngerjain. Tapi kalau bocor, bisa jadi:
Developer itu garda terdepan compliance. Kamu bukan sekadar nulis fitur — kamu juga nulis risiko hukum kalau gak hati-hati.
Bukan berarti kamu harus hafal semua pasal. Tapi kamu harus tau mana keputusan coding yang bisa nyeret tim kamu ke masalah.
Sebagian besar pelanggaran compliance itu bukan karena niat jahat. Tapi karena keputusan teknis yang dianggap “biasa aja.”
Contohnya?
1. Log Semua Data Request ke File
“Biar gampang debug.”
Tapi di dalamnya ternyata ada:
Masalahnya:
Log jadi ladang PII bocor.
2. Simpen PII di Database Tanpa Enkripsi
“Kan database-nya internal, aman lah.”
Tapi ketika:
... semua data disimpan apa adanya. Kalau bocor? Gak ada mitigasi. Bisa kena pasal berat soal keamanan data.
3. Checkbox Consent Cuma Formalitas
“Yang penting UI-nya ada.” Tapi di backend gak dicek. Gak ada consent record.
Kalau user gak pernah setuju tapi datanya tetap dikumpulin → pelanggaran Pasal 15 UU PDP. Yang repot siapa? --> Yang bikin sistem. 😬
4. Share Data Production Lewat Email/Chat
“Cuma buat testing internal.”
Tapi datanya ngambang ke luar sistem. Begitu keluar, udah gak bisa dilindungi. Dan kalau bocor, gak ada trace siapa yang pegang terakhir. Sudah pelanggaran. Gak bisa ditarik balik.
5. Validasi Akses Cuma di Frontend
“Role-nya kan udah disembunyiin.”
Ya, tapi fetch('/admin')
tetap jalan.
Si user biasa bisa akses API admin.
Gak ada kontrol beneran di backend.
Dan pas audit?
Semua akses ilegal terekam.
Masalah-masalah ini gak kelihatan waktu coding. Tapi jadi terang benderang waktu audit — atau waktu data user bocor.
Gak cukup cuma ngerti compliance itu penting. Yang lebih penting: tahu apa yang bisa kamu lakuin biar coding kamu comply.
✅ Jangan Log Sembarangan
log_level
dengan bijak (debug/info/error)Kenapa penting? Karena log itu bukan file pribadi kamu. Bisa dibaca sistem lain, bahkan dev lain.
✅ Simpan PII dengan Enkripsi
Ini bukan paranoid. Ini jaring pengaman. Kalau data bocor, minimal gak bisa langsung dibaca.
✅ Implementasi Consent Beneran
Pasal 15 UU PDP bilang:
Data pribadi hanya boleh dikumpulkan dengan persetujuan eksplisit.
✅ Gunakan ENV, Bukan Hardcoded Credential
Hardcoded secret = open invitation buat bocor.
✅ Validasi Akses Selalu di Backend
✅ Gunakan Signed URL untuk File Akses
✅ Jangan Share Data Sembarangan
Developer yang ngerti compliance bukan cuma bikin sistem jalan. Tapi juga bikin sistem yang aman — dari serangan dan dari jeratan hukum.
Pasal/Standar | Relevansi |
---|---|
Pasal 15 UU PDP | Pengumpulan data wajib dengan persetujuan (consent) |
Pasal 35 UU PDP | Wajib lindungi kerahasiaan & keamanan data pribadi |
Pasal 57 UU PDP | Pelanggaran bisa kena pidana & denda |
OWASP A09 | Security Logging and Monitoring Failures |
ISO 27001 A.10 | Kewajiban proteksi kriptografi |
NIST SP 800-53 AC-3 | Access control wajib diterapkan |
Checklist ini bukan pengganti pasal hukum, tapi bisa bantu kamu hindari kesalahan umum yang sering bikin audit berantakan.
Checklist | Kenapa Ini Penting? |
---|---|
✔ Jangan log data sensitif (PII, token, password) | Log bisa diakses banyak pihak & masuk backup |
✔ Enkripsi data saat disimpan | Lindungi data at rest dari kebocoran |
✔ Gunakan ENV untuk semua secret | Hindari risiko hardcoded credential bocor |
✔ Tambahkan dan validasi checkbox *consent* | Syarat sah pengumpulan data (UU PDP) |
✔ Validasi semua akses di backend | Frontend gak bisa dipercaya untuk enforce access control |
✔ Jangan share data production sembarangan | Begitu keluar, data gak bisa dikendalikan |
✔ Simpan jejak consent dan perubahan data | Berguna saat audit atau tuntutan user |
✔ Audit file log, akses, dan backup secara berkala | Biar gak jadi ladang pelanggaran yang ngendap |
Kalau semua checklist ini kamu pegang waktu ngoding, 80% masalah compliance bisa dihindari.
Kadang kita cuma niat debug. Tapi baris log itu bisa jadi barang bukti pelanggaran. Compliance bukan soal hafal pasal. Tapi soal ngerti tanggung jawab kita saat nyentuh data user.
Dan kalau kamu ngerti dasarnya, kamu bukan cuma selamat dari audit — kamu bisa jadi tameng tim dev dari mimpi buruk regulasi.
Konten Terkait :